Rumah Adat Bali : Artikel Terlengkap Rumah Adat Bali

Rumah Adat Bali : Artikel Terlengkap Rumah Adat Bali
4.8 (96.04%) 149 votes

Rumah Adat Bali memang unik, inilah yang membuat para wisatawan asing bersinggah lebih lama di pulau Bali. Karakteristik alam pedesaan nan asri dibalut dengan nuansa religius membuat rumah adat Bali semakin kharismatik. Pada aspek geografis rumah adat Bali ada dua macam yaitu rumah Tradisional Bali dataran tinggi dan rumah Tradisional Bali dataran rendah. Daerah dataran tinggi pada umunya bangunannya kecil-kecil dan dindingnya tertutup untuk menyesuaikan lingkungan yang dingin. Tinggi atap relatif pendek untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Dalam satu bangunan dapat dipakai berbagai aktifitas sehari-hari seperti tidur, memasak dan juga digunakan untuk upacara ritual di hari-hari tertentu. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan keadaan tanah tempat tinggalnya.

arsitekturberkelanjutan.wordpress.com

rumah adat bali

Daerah dataran rendah memiliki pekarangannya luas dan datar sehingga bisa menampung beberapa orang, umumnya berdinding terbuka dan masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, njineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Rumah keturunan keluarga raja dan brahmana pekarangannya dibagi menjadi tiga bagian yaitu njaba sisi (pekarangan depan), njaba tengah (pekarangan tengah) dan njero (pekarangan untuk tempat tinggal).

Bahan bangungan juga mencerminkan status sosial pemiliknya. Masyarakat biasa menggunakan popolan (batu yang terbuat dari lumpur tanah liat) untuk dinding bangunan, sedangkan golongan raja dan brahmana menggunakan tumpukan bata-bata. Proses pembangunan diawali dengan pengukuran lahan yang disebut dengan nyikut karang. Lalu dilakukan caru pengerukan karang yaitu ritual persembahan kurban dan mohon izin untuk membangun rumah hampir sama seperti membuat rumah adat jawa. Upacara ritual dilakukan peletakan batu pertama yang disebut nasarin, bertujuan untuk memohon kekuatan pada  bumi pertiwi agar kelak bangunan menjadi kuat dan kokoh dan pekerja atau tukang dilakukan upacara prayascita untuk memohon bimbingan dan keselamatan dalam bekerja. Jika semua ritual sudah dilaksanakan barulah pembangunan dimulai. Masyarakat Bali selalu mengawali dan mengakhiri suatu pembangunan dengan upacara atau ritual. Semua ritual tersebut pada intinya bertujuan memberi kharisma pada bangunan yang akan dibangun dan untuk menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Penciptanya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.

Berbeda dengan masyarakat adat Tenganan yang merupakan masyarakat pedalaman Bali yang menetap sudah lebih awal di pulau Bali. Desa Tenganan atau yang disebut Bali Age merupakan sebuah desa yang masih sangat melekat dengan budayanya hingga kini. Bali Age juga merupakan kata lain dari Bali Mule atau Bali Awal. Desa Tenganan lebih awal datang ke pulau Bali daripada masyarakat lainnya. Masyarakat desa tersebut tidak membeda-bedakan kasta, bagi mereka semua warga desa Tenganan ialah sama rata, sehingga tidak ada perpecahan antara satu dan lainnya. Tetapi meskipun begitu, mereka tetap mengetahui dari keturunan yang mana mereka berasal. Seperti keturunan dari Sang Hyang, Batu Guling Maga, Satria, Empak Buluh (biasanya keturunan ini kebal dengan benda tajam), Pandai Emas, dan Pandai Besi. Bahasa masyarakatnya menggunakan bahasa tradisi Bali. Kepercayaan mereka terhadap bangunan rumah ialah tidak mengenal rumah bertingkat. Dapat dikatakan dalam satu pintu rumah hanya diperbolehkan untuk dihuni oleh satu keluarga saja. Didalam rumah tersebut terdapat empat tempat yang memiliki nama sendiri-sendiri dan fungsi yang berbeda, yaitu:

gmb tenganan

  1. Tempat suci yang disebut bale suci/bale pure sebagai tempat untuk melakukan ritual.
  2. Bale tengah sebagai tempat untuk kelahiran dan kematian.
  3. Nganten sebagai tempat untuk pengantin yang dipingit dan setelah resmi menjadi suami istri, ditempat itulah mereka tinggal hingga mempunyai anak.
  4. Tempat pembuangan dan dapur.

Tidak hanya itu, didalam rumah masyarakat tersebut juga terdapat dua sanggah yang dibangun berhadapan. Disudut antara nganten dan dapur terdapat toilet, dan dibelakang dapur biasanya terdapat kandang babi. Dari susunan rumah tersebut, mereka mempercayai bahwa bagian depan adalah tempat suci dan bagian belakang digunakan sebagai tempat pembuangan kotoran.

Ketika itu Putu Indra sebagai perwakilan dari bapak Mangku Widya selaku kepala desa Tenganan. Beliau berhalangan hadir karena tidak dapat meninggalkan ritualnya. Di wantilan lah beli Putu bercerita tentang desa Tenganan. Wantilan (bale dusun) ialah sebuah tempat untuk sosial (perkumpulan) atau sebagai tempat untuk kegiatan masyarakat. Tidak hanya wantilan yang terdapat disana, adapun juga yang namanya patemu kaje. Patemu kaje ini digunakan pemuda Tenganan untuk berkumpul.

Tempat berkumpul bagi para pemuda Tenganan memiliki tiga tempat berdasarkan keturunannya masing-masing yaitu, temu kaje di bagian utara, temu tangah di bagian tengah dan temu telon di bagian selatan. Secara strata sosial mereka semua sama, hanya saja terdapat kelompok berdasarkan garis keturunan mereka. Tidak hanya pemudanya, tetapi juga untuk perempuannya juga memiliki tiga tempat yang berbeda untuk berkumpul secara garis keturunan yaitu, ganggi wayah, ganggi nengah, dan ganggi nyoman. Desa Tenganan dibagi menjadi tiga bagian yaitu banjar kawung, banjar tengah, dan banjar pande. Banjar pande ini merupakan tempat orang-orang yang dibuang karena melanggar adat istiadat. Misalkan dalam hal perkawinan, orang tenganan tidak boleh menikahi orang diluar desa tenganan. Boleh menikah dengan oramng diluar desa asalkan dengan syarat, orang luar harus memiliki kasta yang lebih tinggi dari dia, Seperti Ida Ayu, I Gusti, dan lain-lain.

resepmasakanku.co